Reuters: Top News

Thursday, May 29, 2008

KEBANGKITAN

KEBANGKITAN BANGSA, OTONOMI dan KREATIFITAS
- Suatu catatan untuk Mestika Zed


Membaca "Catatan Kecil 100 tahun Kebangkitan Nasional (Absurditas Kebijakan Ekonomi Nasional) di Harian Padang Ekspres Rabu 21 Mei 2008 oleh Mestika Zed-Ketua Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi Universitas Negeri Padang (UNP).Sangat menarik karena seperti membaca tulisan para sejarawan lainnya semisal Taupik Abdullah atau Azyumardi Azra, peta kesadaran menjadi terang. Sehingga menjadi penting membuat beberapa catatan berikut ini.
Yang paling penting digaris bawahi mengenai catatan Mestika adalah : hubungan antara " cita-cita dan hasil yang dicapai". Yakni cita-cita "the founding father" seperti Tan Malaka , Bung Hatta, dan Bung Karno tentang negara bangsa yang dibayangkan pada masadepan (the imagined community) Dalam hal ini adalah Welfare State. Minimal ada tiga hal penting dimiliki oleh rakyatnya (1)sehat sejahtera lahir/bathin (2)bebas dari berbagai penyakit dan ketakutan (3) tak gamang menghadapi masadepan.
Dengan kata lain negara bangsa yang berfokus pada layanan publik, atau layanan sosial lebih diutamakan Seperti alokasi anggaran untuk pendidikan, menekan angka pengangguran, Demikian juga kesehatan ibu/anak serta orang tua menjadi perhatian pemerintah.
Dipihak lain Mestika mencatat hasilnya secara empiris -"kok jauh panggang darpada api". Padahal sudah 100 bilangan tahun kebangkitan, atau sudah 60 lebih pula bilangan tahun merdeka . Telah berbagai rezim "bak cando roda pedati,turun naik silih berganti". Dari rezim ordelama ke orde baru, sampai pula kini orda reformasi. Kebijakan Ekonomi Nasional absurd, tak pernah tegas dalam memilih. Sosialis bukan, Kapitalis buka. Apa Negara bukan-bukan?

-Otonomi
Saudaraku Mestika , berbicara tentang Welfare State pada tahap "nawaitu" atau "idea" adalah satu hal , dan pada tahap implementasinya akan menjadi hal yang lain lagi.Antara zaman dan zaman yang lain, atau antara satu rezim dengan rezim yang lain boleh jadi punya pemahaman yang beda. Ibaratnya sebuah puisi Chairil Anwar , akan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda .Atau zaman yang berbeda.
Apalagi pada era otonomi dewasa ini, "bola" berada dipihak daerah. Pemilihan langsung kepala pemerintahan dilakukan oleh rakyat selaku pemilik kedaulatan , Demikian juga perencanaan pembangunan, dan kebijakan perekonomian suatu Kabupaten dan Kota ditentukan oleh daerah yang bersangkutan. Tiada lagi kekuasaan mutlak, pusat-daerah. Atau antara Kepala Negara terhadap Gubernur, Bupati dan Walikota -karena mereka sama-sama dipilih rakyat dan sama-sama menjadi pelaksana mandat rakyat. Pokoknya mengarah demokrasi-"duduk sama rendah, berdiri sama tinggi". Selaku pemimpin beliau-beliau tentu" ditinggikan seranting dan didahulukan selangkah".
Saudaraku, berhentilah mengeluh.
Pada zaman Orde Baru, kan telah kita rasakan bagaimana sentralisasi kekuasaan mencengkram kreatifitas bangsa ini. Tentu masih ingat bagaimana nama-nama pada peta di rubah. Bagaimana ruwet para pelaksana pemerintahan
menghapal nama-nama aneh pada setiap proyek pembangunan, yang amat asing dari perbendaharaan bahasa dan kosakata yang mereka kenal. Seperti Nagari diganti dengan Kelurahan Demikian juga berbagai singkatan seperti Posyandu, LKMD, Klopencapir dan sebagainya. Pokoknya setiap proyek baru menurun daftar istilah dan singkatan baru pula. Tak heran bisa botak kepala menghapalnya.
Siapa yang berani berani tampil beda waktu itu ?

- Kreatifitas
Sekarang pertanyaannya adalah sejauhmana otonomi yang diberikan ini dapat menjadi efektif digunakan untuk membangunan daerah masing-masing ? Dalam hal ini sesuai potensi dan keunikan ekonomi setiap unit lingkungan- berikut kreatifitas masyarakat setempat.
Bagi Sumatera Barat dengan berbagai keterbatasan sumberdaya alam . Pada konteks renungan Kebangkanan Nasional kedua ini, barangkali akan lebih baik renungan kebangkinan diarahkan kepada sumberdaya manusia yang khas Minangkabau. Dengan fokus bagaimana kerbangkitan nasional kedua i ni menjadi kebangkitan "roh"ekonomi Minangkabau yaitu Entrepreneurship.
"Mari sinsingkan lengan, kepalkan tinju"- satu gengaman tekad untuk memadukan tiga komponen (1) kreatifitas (entrepreneur) dan (3) organisasi.
Berbanding lurus dengan itu, dipadukan pula para entreprenur dengan para manager, antara praktisi dan akademisi. Umara dan ulama, cerdik cendekia.
Asumsi pertama tentu disepakati dulu bahwa Entreprenour bagian tak terpisahkan dari Adat dan Budaya Masyarakat Minangkabau (folklore cultural of Minangkabau) Dari sini mungkin diperlukan kajian psikological dan sosiological dari para "hero" entrepreneur asal Minangkabau . Seperti yang pernah dilakukan almarhum Ali Akbar Navis terhadap Hasjim Ning. Dengan begitu pengalaman entrepreneurial maupun mangerial para " hero" entrepreneur dapat didalami oleh generasi muda pada setiap sekolah ekonomi .
Kenapa kita takut meniru yang baik pada Amerika misalnya , khususnya Harvard University yang telah melakukan hal itu sejak tahun 1947. Berlanjut dan semakin serius pada tahun 1980an, bahkan sampai sekarang. Entreprenourship menjadi spirit perusahaan besar. Kenapa? Karena mereka tahu perusahaan besar seperti Ford Motor Company, Mc Donal'sMary Kay Cosmetics atau microsof, mulai dari entrepreneur kecil.
Saya kira Mainangkabau dalam sejarahnya telah pernah memiliki "hero " entrepreneur yang mencapai skala usaha besar. Sebutlah antara lain, Anwar Sutan Saidi, Sutan Kasim, Abdul Latif, Fahmi Idris dan seterusnya.
Demikian juga "roh" ekonomi Nagari dalam arti produk Craft, seperti kain Silungkang, Pandai besi Sungai Puar, Kain Kubang , Sulaman Nareh, Nasi Kapau, pandai perak Koto Kadang adlah "tabang emas" digali.
Seperti kata Jeffry Timmons, karena Entrepreneurship itu bagian dari Adat dan budaya- maka belajar Entrepreneur harus melalui proses pengalaman.Artinya pola belajar yang digunakan adalah "learning by doing", eksperiment, bekerja dengan keluarga, memakai mentor, membeli perusahaan , dan sebagainya.***

No comments: