Reuters: Top News

Friday, August 29, 2008

GOLPUT DARI PERSPEKTIF KEBUDAYAAN


Angka-angka Golput yang cenderung meningkat pada setiap pemilihan umum dan pemilihan Kepala Daerah- telah menjadi keprihatinan meluas dalam konteks kebudayaan bernegara (civic cultural) Prihatin, mengingat pada akibatnya. Oleh sebab itu haruslah dicarikan solusi bagaimana cara menekan kecenderungan Golput tersebut pada Pemilu 2009 ?

Mengingat Golput dapat mempengaruhi kualitas legitimasi hasil pemilihan yang dilakukan , bahkan secara subtansial mempengaruhi kinerja demokrasi . Sebab dengan Golput meningkat, kualitas partisipasi rakyat selaku warga negara tidak optimal - maka peng-ejawantahan kedaulatan rakyat dan amanah konstitusi, kurang berarti dalam menentukan arah masadepan pembangunan bangsa .

Dengan kata lain kecenderungan Golput yang terus meningkat akan mempengaruhi kualitas demokrasi sebagai proses bernegara - selanjutnya akan memperburuk kinerja kebudayaan bangsa- terutama aspek idiologis yang rumit (intangibel of cultural ) Antara lain berkaitan dengan Character Building yang dicita-citakan. Oleh karena itu tidak mengherankan reaksi keras Ketua PDIP Megawati Soekarno Putri, terhadap gejala Golput. Boleh jadi didorong oleh rasa tanggung jawab bernegara dan Perpektif Kebudayaan Bangsa.

-Pemilu

Dari perpektif kebudayaan, Pemilu adalah manifestasi kebudayaan bernegara dari suatu bangsa. Oleh karena itu proses dan kinerja Pemilu adalah proses dan tak terpisahkan dari wajah kebudayaan suatu Bangsa. Dalam hal ini adalah Kebudayaan Bangsa Indonesia -yang demokrasi. Dan sebagai kebudayan demokrasi, tentulah nilai perioritas terletak pada partisipasi rakyat selaku warga negara dalam mempengaruhi pengambilan keputusan Negara. Disinilah bicara hak dan kewajiban sama ( equality) selaku warga negara dan pendukung kebudayaan Bangsa .
Disatu sisi, warga negara memiliki hak untuk dipilih maupun untuk memilih. Tentu hak yang sama ini akan diartikan berbeda oleh orang yang berbeda. Ada yang mengacu pada mamfaat dan selera pribadi (pereferensi), kriteria yang berlaku adalah suka tidak suka atau untung- rugi yang diharapkan. Seperti diungkapkan oleh Roby Muhammad dalam tulisannya " Golput dan Memilih dengan Rational "(Kompas7/8)- bahwa dalam prilaku memilih sebagian orang menggunakan kriteria rational untung-rugi dalam memberikan suaranya pada suatu pemilihan umum atau daerah.

Sementara disisi lain warga negara berprilaku lebih memprioritaskan kepentingan umum ( altruistis )- juga berprilaku rational dalam arti lebih menekankan mamfaat bersama, seperti berkaitan dengan kepentingan bangsa .
Dari perpesktif kebudayaan kedua pola prilaku adalah wajar sebagai manifestasi kebudayaan dan ekspresi manusiawi dan madani- yang bervariasi dari orang keorang yang lain. Atau suatu lingkungan budaya ke lingkungan budaya yang lain. Karena kebudayaan menstrukturkan apa yang penting, maka bervariasi pulalah cara pandang dunia , anggapan nilai, sikap dan pola prilaku dalam masyarakat . Termasuk prilaku Golput dalam Pemilu.

-Solusi

Bagaimana upaya memenimalkan prilaku Golput pada Pemilu 2009 ?
Memang tidak mudah menjawab pertanyaan tersebut, karena banyak faktor yang berkaitan dengan prilaku tersebut. Selain prilaku rational atas untung- rugi bagi mamfaat pribadi, juga berkaitan dengan citra dan kinerja sebagian para pejabat pemerintah ( legislatif, eksekutif maupun yudikatif)- yang buruk . Apalagi kinerja para politisi, baik yang menjabat ataupun yang tidak menjabat. Skandal-skandal uang maupun "sexual arrrasment" yang menimpa mereka , telah menurun kan tingkat kepercayaan rakyat yang menjadi konstituante.
Dengan menggunakan perspektif kebudayaan, satu-satunya solusi yang mungkin dipilih adalah memberdayakan masyarakat selaku warga negara dan pendukung kebudayaan bangsa. Pola pikir dan cara pandang mereka harus diisi dengan komunikasi politik kebudayaan bernegara. Sehingga sikap dan prilaku terhadap keikutsertaan Pemilu menjadi ekspresi kebudayaan. Artinya merepleksikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi mereka . Karena yang memberikan suaranya dapat menentukan nasib bangsa, yang hakekatnya adalah nasib rakyat seluruhnya. Ikut Pemilu, berarti membela mayoritas rakyat yang menjadi dasar kebangsaan sebagai personifikasi negara.
Demikianlah antara lain kebudayaan mengajarkan nilai-nilai atau prioritas -prioritas pada pendukung kebudayaan bersangkutan. Kendati tidak semua jelas dan diketahui, atau rational. Tetapi ada kepekaan budaya membuat prilaku rakyat dapat menstrukturkan, mengkombinasikan dan memadukan nilai-nilai budaya dalam merespont Pemilu
Kendati disadari Golput itu kurang buruknya dari prilaku anarkis seperti pengacau Pemilu, namun memberikan suara pada Pemilu akan lebih di utamakan- karena menyentuh kepentingan yang lebih besar (altruisme). Dengan Pemilu mereka ikut ambil bagian menetukan kehidupan bangsa , khususnya dalam mewujudkan cita-cita bersama.Seperti diamanahkan The Founding
Father Negara ini dan dirumuskan dalam Pembukaan UUD '45.

Prilaku budaya memang rumit dan unik , artinya sulit diukur secara rational dan tidak rational dalam pengertian sempit. Karena prilaku budaya bernegara adalah prilaku budaya dalam arti ideologis- Kebudayaan dalam aspek ini, seperti kata Gurt Hofstede pengarang dan peneliti komunikasi interkultural " culture as the sofware of the mind" . Dia membuat analogi Kebudayaan seperti "sofware" pada komputer. Kebudayaan seperti "DOS atau Window bekerja dengan berbagai aplikasi berbagai spesifik dalam memproses informasi.Melalui window Kebudayaan akan dapat dilihat hal -hal yang spesifik seperti hati-nurani rakyat, kecenderungan -kecenderungan sikap dan prilaku budaya- baik selaku individu maupun sebagai anggota kelompok.

-Komunikasi :

Mengingat prilaku manusia,merupakan fungsi dari kepribadian dan situasi. Maka kinerja prilaku seseorang tetap tergantung pada faktor input yang masuk. Jadi besar- kecil Golput pada Pemilu 2009 , akan tergantung juga pada pola masukan , disaign materi , pendekatan komunikasi politik yang terjadi beberapa bulan lagi menjelang Pemilu . Jika mesin partai banyak mencurahkan orientasi komunikasi politik pada kontituante di lapisan bawah Banyak melakukan diskusi, dialog tentang tanggungjawab masyarakat selaku warga negara dan pendukung kebudayaan bernegara. Atau tentang tanggungjawab memilih figur publik yang terbaik untuk menduduk jabatan -jabatan penting negara.

Dan lebih banyak menggunakan saluran komunikasi untuk mentransfer imformasi yang berguna untuk memulihkan kepercayaan pemilih.Atau melakukan komunikasi budaya, baik budaya modern maupun tradisional . Termasuk informasi agar pemilih tidak memberikan suara kepada partai atau figur yang bejad moralnya , baik karena uang maupun mesum.

Sehingga Pemilu 2009 ini akan mulai dirasakan sebagai proses kebudayaan ,juga akan dirasakan sebagai tanggungjawab hidup bernegara dan berbangsa. Sehingga Pemilu akan menjadi ajang pertarungan multi-kepentingan . Mulai dari kepentingan Bangsa sampai kepentingan kelompok atau pribadi. Sehingga gairah partisipasi Pemilu akan meningkat baik dalam arti proses kegiatan registrasi pemilih, kampanye maupun keuangan.

Dengan perpektif kebudayaan, saya selalu optimis Pemilu 2009 Golput dapat diminimalkan. Saya percaya dengan semangat reformasi , dengan kebebasan Pers , dengan makin banyak alternatif imformasi, perbadayaan masyarakat terhadap demokrasi kain meningkat.

No comments: